Ilustrasi kemiskinan. (Freepik)
JAKARTA, BEENEWS.CO.ID – Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menilai bahwa metode pengukuran tingkat kemiskinan yang digunakan BPS sudah jadul. Umurnya sudah hampir setengah abad sehingga dinilai kurang sesuai dengan kondisi saat ini. BPS mulai mengukur kemiskinan sejak tahun 1984 berdasarkan data tahun 1976.
“Metodologi kemiskinan yang dipakai oleh BPS itu menggunakan data 1976. Jadi, praktis selama 50 tahun ini tidak ada perubahan yang signifikan (pada metode pengukuran tingkat kemiskinan),” ujar Media, dikutip Jumat (30/5/2025).
Dalam praktiknya, BPS menghitung tingkat kemiskinan dengan mengacu pada jumlah pengeluaran rumah tangga, berdasarkan dua komponen utama, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
Menurut Media, metode ini cukup relevan pada masa 1970-an karena saat itu konsumsi masyarakat mayoritas berkisar pada kebutuhan pangan. Namun, ia menilai pendekatan ini kini sudah ketinggalan zaman, mengingat perubahan sosial dan ekonomi yang telah jauh berkembang.
“Hari ini sudah berubah. Ada banyak sekali konsumsi non-makanan yang dulu tidak ada, yang sebetulnya sangat esensial, seperti paket internet. Ini sejalan dengan Hukum Engel, ketika waktu terus berjalan, maka masyarakat juga cenderung bergeser pada pengeluaran non-makanan,” jelasnya.