oleh: Tinton Ditisrama, S.H, M.H
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Jayabaya
Kasus dugaan korupsi dalam proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang sedang diusut Kejari Jakarta Pusat bukan sekadar soal uang negara yang diselewengkan. Lebih dari itu, kasus ini menyentuh isu yang sangat fundamental: bagaimana negara melindungi data pribadi warganya di era digital. Jika benar ada penyimpangan dalam pengadaan PDNS, maka kita sedang berbicara tentang kelalaian yang berdampak langsung pada keamanan data jutaan rakyat Indonesia.
Hukum Tata Negara dan Hak Konstitusional atas Perlindungan Data
Dalam sistem ketatanegaraan kita, perlindungan data pribadi adalah hak fundamental yang dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Hak ini diperjelas dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang mengatur bagaimana negara dan institusi harus menjaga data masyarakat.
Namun, realitasnya berkata lain. Dugaan korupsi dalam proyek PDNS menunjukkan bahwa aspek keamanan data masih belum menjadi prioritas utama dalam tata kelola pemerintahan. Jika benar proyek ini dikerjakan dengan cara-cara yang melanggar aturan dan tanpa memperhatikan standar keamanan yang ketat, maka negara bisa dianggap lalai dalam memenuhi kewajibannya untuk melindungi data rakyat. Ini bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga soal kepercayaan publik terhadap negara.