SAMPIT, BEENEWS.CO.ID – Saat masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) masih mempertanyakan dugaan penyalahgunaan retribusi penyewaan Stadion 29 November Sampit, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kotim, Wiyono, justru terlihat berlibur ke luar negeri.
Berdasarkan pantauan pada Selasa, 25 Februari 2025, Wiyono diketahui sedang berada di Turki, sebagaimana terlihat dari unggahan di akun media sosial pribadinya, @Wiyonorizkyakbar.
Dalam salah satu unggahan, ia tampak berpose di atas kapal sambil memegang tiang bendera Turki. Foto tersebut diunggah dua hari sebelumnya, memperlihatkan dirinya menikmati suasana di negara tersebut.
Saat dikonfirmasi terkait perjalanannya, Wiyono mengaku sedang dalam masa cuti dan sekaligus melaksanakan ibadah umroh.
“Masih di Tanah Haram. Sekaligus umroh, cuti sebentar saja,”ujarnya pada Rabu, 26 Februari 2025.
Namun, perjalanannya ke luar negeri ini menuai sorotan, mengingat polemik seputar dugaan penyalahgunaan retribusi penyewaan stadion masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Sebelumnya, Dispora Kotim menjadi sorotan akibat dugaan aliran dana penyewaan Stadion 29 November ke rekening pribadi seorang pegawai. Seharusnya, dana retribusi ini masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui rekening Kas Daerah (Kasda), tetapi justru diduga masuk ke rekening pribadi seorang oknum pegawai berinisial C.
Saat ditanya mengenai hal ini, Wiyono mengklaim bahwa dirinya telah meminta agar dana yang dititipkan sesuai jam pemakaian segera disetorkan ke Kasda.
“Insyaallah, dana yang dititip sudah saya minta setor ke Kasda retribusi,” tegasnya.
Namun, informasi yang berkembang menyebutkan bahwa Kabid terkait tidak mengetahui adanya transaksi pembayaran via rekening pribadi ini. Oknum C diduga langsung berkoordinasi dengan Kadispora tanpa melibatkan Kabid yang berwenang.
Menanggapi hal tersebut, Wiyono mengatakan bahwa dirinya selalu menyarankan agar ada koordinasi yang jelas.
“Saya selalu menyarankan koordinasi. Makanya kalau belum bayar retribusi ke Kasda, sekarang tidak akan dikeluarkan rekomendasi pinjam pakai,”ujarnya.
Polemik ini semakin mencuat setelah beberapa pengguna stadion mengaku diminta mentransfer uang sewa ke rekening pribadi oknum tertentu. Pada awalnya, tarif penyewaan dipatok Rp1 juta, namun dalam beberapa minggu naik menjadi Rp1,5 juta dengan alasan menyesuaikan Peraturan Daerah (Perda).
Dugaan ini memunculkan kekhawatiran bahwa dana retribusi yang seharusnya masuk ke PAD justru masuk ke kantong pribadi. Tak hanya di Stadion 29 November, praktik serupa juga diduga terjadi di GOR Habaring Hurung.
Wiyono sendiri menjelaskan bahwa berdasarkan Perda, tarif resmi sewa stadion adalah Rp500 ribu per jam atau Rp1 juta untuk dua jam. Namun, ia mengakui bahwa tarif tersebut masih dalam tahap evaluasi karena dinilai belum mencukupi biaya pemeliharaan stadion.
Menanggapi persoalan ini, Anggota Komisi III DPRD Kotim, SP Lumban Gaol, mendesak Dispora untuk segera memberikan klarifikasi agar isu ini tidak semakin liar di masyarakat.
“Dispora harus segera mengklarifikasi ke OPD terkait. Jika tidak, isu ini bisa berkembang menjadi polemik yang lebih besar,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa penyewaan fasilitas pemerintah, terutama fasilitas olahraga, harus dilakukan secara transparan. Bahkan, mekanisme penyewaan seharusnya dipublikasikan melalui media agar masyarakat mengetahui aturan dan tarif yang berlaku.
“Transparansi adalah kunci agar kejadian seperti ini tidak terulang,” tegasnya.
Sementara itu, beberapa pegawai Dispora yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa isu penggunaan rekening pribadi dalam penyewaan stadion sebenarnya sudah lama terdengar. Namun, banyak dari mereka yang tidak berani berbicara karena merasa tidak memiliki wewenang untuk menindaklanjutinya. (As)