Oleh *Nur Iswan,* Senior Advisor IndoPolicy & Business Review
Jagad politik Indonesia agak menghangat. Pertama, karena demonstrasi “Indonesia Gelap”. Kedua, oleh sebab penahanan Sekjen PDIP di KPK.
Tapi, tulisan kali ini mengulas yang kedua saja. Kenapa? Karena kasus “Hasto” ternyata diikuti dengan Instruksi resmi Ketua Umum PDIP. Salah satu isinya adalah menunda dan atau membatalkan kehadiran kader PDIP untuk mengikuti retret Kepala Daerah di Magelang.
Sontak saja, banyak pihak kaget dan terkejut. Sebagian besar malah tak menyangka, jika Megawati Soekarnoputri mengambil langkah politik sedramatis itu.
Terlebih lagi, PDIP memang sedang menghadapi ujian-ujian politik besar akhir-akhir ini. Ditinggalkan Jokowi atau meninggalkan Jokowi. Kemudian, kalah Pilpres. Disusul dengan Penahanan Hasto, Sekjen Partai. Bukankah posisi itu adalah simbol dan martabat PDIP?
Jadi, respon Megawati sesungguhnya bisa dimaklumi. Setidaknya dalam perspektif politik dan point of view-nya PDIP. Masa Sekjen-nya diperlakukan seperti itu, ia harus diam? Tidak melakukan pembelaan apa-apa? Tiada perlawanan politik apapun? Apa kata dunia?
Langkah dan keputusan Megawati memberikan instruksi adalah instrumen. Baik untuk soliditas internal kader PDIP sekaligus unjuk kekuatan politik kepada eksternal.