Ilustrasi pemerasan. (Freepic)
JAKARTA, BEENEWS.CO.ID – Pengamat kepolisian, Sahat Dio, memberikan tanggapan terkait sanksi etik yang dijatuhkan kepada puluhan anggota polisi yang diduga terlibat pemerasan sebesar Rp2,5 miliar terhadap seorang warga negara Malaysia pada acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 yang berlangsung di Jakarta pada 13–15 Desember 2024.
“Sanksinya bukan hanya etik, tapi juga pidana. Setelah disidang etik, jerat juga dengan pasal pemerasan,” ujar Sahat, Senin (30/12/2024).
Menurut Sahat, sanksi etik yang dapat dijatuhkan meliputi demosi jabatan bagi polisi yang terbukti melakukan pemerasan. Hukuman demosi terberat dapat berlangsung hingga lima tahun, terutama bagi pimpinan yang terlibat.
“Itu untuk pimpinan. Kalau yang anak buah cukup 3 tahun,” ucapnya.
Sahat juga menyatakan bahwa hukuman tambahan seperti penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dan penempatan khusus (patsus) harus diterapkan. Ia menegaskan bahwa selain sanksi etik, proses hukum pidana juga wajib dilakukan terhadap polisi yang terbukti bersalah.
Ia menilai pentingnya sanksi berlapis untuk menunjukkan keseriusan dalam menangani kasus ini, mengingat beratnya pelanggaran yang dilakukan.
“Kesalahan mereka fatal, serius. Bahkan Presiden Prabowo enggan bertemu Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, bisa jadi karena malu akibat kasus pemerasan itu,” jelasnya.