Harli menilai perbedaan ini menunjukkan bahwa pandangan mereka tidak identik meskipun terdapat kesamaan dalam beberapa aspek, seperti dasar hukum penetapan tersangka yang merujuk pada PERMA Nomor 4 Tahun 2016 dan Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014.
Lebih lanjut, Harli menjelaskan bahwa nilai hukum dari keterangan ahli berdasarkan Pasal 186 KUHAP terletak pada pernyataan yang disampaikan secara langsung dalam persidangan. Dalam hal ini, kedua ahli hadir dan memberikan pandangan sesuai keahlian mereka masing-masing.
“Hakim juga telah menyatakan bahwa pointer tertulis tersebut tidak menjadi rujukan dalam penilaian perkara,” ujar Harli.
Mengenai kesamaan pandangan kedua ahli, Harli menganggap hal tersebut mencerminkan konsistensi interpretasi hukum terhadap isu yang dibahas.
Ia juga menuding pihak pemohon tidak dapat membedakan antara pendapat ahli yang disampaikan di persidangan dan pointer tertulis yang hanya memuat poin-poin utama.
Harli menambahkan bahwa ahli yang hadir di persidangan tidak diwajibkan membuat keterangan tertulis. Namun, untuk mendukung efektivitas persidangan, hakim meminta agar pemohon maupun termohon menyediakan pointer keterangan ahli.
“Kami menegaskan bahwa tuduhan plagiat ini adalah upaya yang keliru dalam memahami proses hukum dan peran pendapat ahli di persidangan. Kejaksaan Agung tetap berkomitmen untuk menjalankan tugas dengan profesionalisme dan menjunjung tinggi asas keadilan,” tegas Harli. (Yoga)