Keterangan foto: Ilustrasi pilkada. (Freepik)
JAKARTA, BEENEWS.CO.ID – Pengamat politik Yusak Farchan mneilai bahwa pembatalan revisi UU Pilkada yang sudah dikebut pembahasannya secara maraton oleh DPR memunculkan berbagai spekulasi. Ia melihat ada dua kemungkinan.
Pertama, benar-benar batal dalam pengertian batal disahkan sebelum pendaftaran paslon pilkada 27 Agustus. Dengan kata lain, revisi dan pengesahan UU Pilkada tetap dilanjutkan setelah pendaftaran calon pilkada atau di periode DPR selanjutnya karena banyak putusan MK yang harus diakomodir.
Kedua, ditunda sementara untuk meredam situasi sebelum 27 Agustus untuk kemudian disahkan secara diam-diam.
“Dari dua kemungkinan itu, saya kira kemungkinan pertama yang paling rasional. DPR dan Jokowi tidak berani melawan tekanan publik,” kata Yusak dalam keterangannya Jumat (23/8/2024).
Lebih lanjut, Yusak menilai bahwa kalau sampai DPR nekat mengesahkan RUU Pilkada, tekanan publik bisa semakin meluas dan berpotensi menimbulkan turbulensi politik. Ia mengatakan stabilitas politik menjadi tidak kondusif di masa transisi pemerintahan Jokowi ke Prabowo.
“Kalau tekanan massa membesar, Prabowo terancam tidak dilantik karena dianggap sebagai bonekanya Jokowi yang harus ditumbangkan,” ujar Yusak.
Yusak melihat bahwa gelombang demo mahasiswa, buruh, akademisi dan elemen civil society lainnya, sebenarnya bukan hanya soal putusan MK, tapi akumulasi dari kekecewaan publik terhadap perilaku politik Jokowi selama 10 tahun berkuasa. “Tentu ini akan membebani Prabowo. Ini yang kelihatannya ingin dijaga kubu Prabowo,” ujarnya.