Keterangan foto: Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum. (Dok. IESR)
TANGERANG, BEENEWS.CO.ID – Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dan bermitra dengan RE100 Climate Group menyelenggarakan Indonesia Solar Summit (ISS) 2024.
Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum, menyebut dengan mempertimbangkan faktor perkembangan teknologi, harga, dan potensinya maka energi surya sepatutnya menjadi strategi krusial dalam mencapai target bauran energi terbarukan dan mempercepat transisi energi.
“Indonesia Solar Summit 2024 akan membahas strategi kunci dalam mengembangkan industri PLTS domestik serta menggalang komitmen dari pemerintah maupun entitas bisnis untuk akselerasi pemanfaatan PLTS di Indonesia,” ungkap Marlistya di Media Luncheon Indonesia Solar Summit 2024 pada Selasa kemarin (13/8/2024).
Sementara itu, Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin Putra Sisdwinugraha, menjelaskan bahwa Indonesia mempunyai potensi energi surya lebih dari 3.295 GW. Teknologi modul surya semakin berkembang dengan dominasi teknologi berbasis silikon,di mana teknologi monokristalin menawarkan efisiensi yang lebih tinggi. Tidak hanya itu, harga modul surya turun hingga 66 persen selama 5 tahun terakhir, menjadi sekitar 14,5 USDc/Wp (sekitar Rp 2300/Wp).
“Indonesia perlu menangkap peluang pengembangan rantai pasok industri PLTS di Indonesia agar mampu bersaing dengan produk PLTS impor. Selain itu, ekspansi Tiongkok untuk produksi modul surya Tiongkok ke Asia Tenggara untuk ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa perlu dipandang sebagai kesempatan untuk bekerja sama dalam membangun produksi modul surya dalam negeri,” ungkap Alvin.
Berdasarkan analisis IESR, meskipun kapasitas produksi modul surya Indonesia terbilang meningkat, mencapai 2,3 GW/tahun per Juni 2024, namun secara ukuran, efisiensi, harga dan kategori panel tier-1, Indonesia masih tertinggal dari modul surya impor. Modul surya dalam negeri bahkan belum ada yang mendapatkan sertifikasi tier-1, sehingga sulit mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan internasional. Harga PLTS lokal 30-45% lebih tinggi dibandingkan PLTS impor.
IESR mendorong pemerintah untuk meningkatkan daya saing PLTS lokal dengan memberikan insentif baik fiskal maupun non-fiskal untuk mengurangi biaya produksi, terutama apabila berorientasi ekspor, melakukan kerjasama dengan produsen global untuk transfer teknologi, serta memberikan kepastian regulasi dan pasar domestik. Selain itu, pemerintah mengatasi hambatan permintaan dalam negeri yang rendah, salah satunya dengan pengadaan tender yang berkala.
(Yoga)