KOTIM, BEENEWS.CO.ID – Merupakan hari rabu terakhir di bulan Safar. Bertepatan dengan hari tersebut, masyarakat pesirir Sungai Mentaya sudah tidak asing dengan salah satu tradisi yang lekat dengan masyarakat Kalimantan yaitu tradisi mandi safar. Tradisi ini merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat ketika bertepatan dengan arba’ musta’mir atau hari rabu terakhir di bulan safar (penanggalan Hijriyah) Rabu (13/9/2023).
Setiap tahun tradisi ini dirayakan dengan mandi di sungai dengan membawa sawang yang sudah dirajah atau sudah didoakan. Selain mandi safar, masyarakat juga melakukan doa bersama atau basalamatan agar terhindar dari berbagai bala bencana yang diturunkan sang Maha Kuasa pada hari tersebut.
Namun sejak wilayah selatan tepatnya di kawasan Samuda dan sekitarnya sering muncul buaya, tradisi mandi safar kini tidak lagi semeriah dulu.
“Sebenarnya mau lagi seperti dulu, bisa berenang sepuasnya di sungai sampai mata merah saat mandi safar,” ucap Ahmad, salah seorang warga Jaya Karet.
Antusias masyarakat dalam melaksanakan tradisi mandi safar ini sejatinya tidak pernah luntur mengingat tradisi ini dilaksanakan turun temurun dan menjadi aktualisasi kehidupan bagi masyarakat yang berada di pesisir sungai.
“Saya Cuma menghimbau kepada semua masyarakat khususnya anak-anak kami yang ada di pondok supaya jangan mandi safar di sungai dulu. Karena setiap hari itu ada aja masyarakat yang bilang kalau buaya masih timbul kalau malam,” terang Ustadzah Ainun, salah seorang ustadzah di Pondok Pesantren Sabilal Muhtadin.
