Foto: Program Manager Tata Kelola Demokrasi Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola
JAKARTA, BEENEWS.CO.ID – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset (PA) dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) tak kunjung disahkan meski sudah bertahun-tahun lalu diusulkan untuk dibahas.
Padahal kedua instrumen tersebut amat penting untuk merealisasikan agenda pemberantasan korupsi.
Program Manager Tata Kelola Demokrasi Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, mengatakan bahwa pada prinsipnya pencucian uang masih menjadi salah satu metode yang umum digunakan untuk kepentingan modal politik.
Alvin mengungkapkan bahwa dari sekitar 130 lebih kepala daerah yang berperkara di KPK sejak tahun 2004, mayoritas menggunakan dana publik untuk kepentingan kampanye dan pembiayaan pemilu melalui skema pencucian uang.
“Artinya tentu kehadiran sebuah instrumen yang akan menghambat arus uang tersebut akan secara logis ditolak,” ujarnya saat dihubungi Beenews.co.id, beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, Alvin menilai, pada saat bersamaan pengesahaan RUU Perampasan Aset harus direalisasikan untuk menambal buruknya kepercayaan publik hari ini terhadap agenda pemberantasan korupsi.
Alvin menegaskan, RUU PA dan PTUK pada intinya akan memudahkan Aparat Penegak Hukum untuk melacak arus keuangan yang bermasalah serta kemudahan pembuktiannya, di mana salah satunya untuk kepentingan modal politik.