Foto: Sejumlah mahasiswa tergabung dalam BEM se-Kalimantan Selatan menurut Ketua DPRD Kalsel untuk menemuinya.
BANJARMASIN, BEENEWS.CO.ID – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), se-Kalimantan Selatan, menyerukan aksi penolakan terkait Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang sangat kontroversial itu, di depan halaman Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalsel, pada Kamis (6/04/2023).
Demonstrasi diwarnai dengan aksi dorong antar aparat kepolisian daerah dan mahasiswa yang tengah menyuarakan aspirasi tersebut.
Dari pantauan Beenews, sejumlah mahasiswa mengalami luka ringan, nyeri dan sebagainya.
Koordinator Lapangan (Koorlap) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kalimantan Selatan, Ageng Nur, menyatakan sikap kepada seluruh mahasiswa di Kalimantan Selatan bahwa akan kembali lagi ke lapangan demi menyuarakan aspirasinya.
Tentu, pihaknya ingin mengultimatum para dewan yang enggan berhadir dalam aksi massa tersebut.
“Aksi di tahun ini mulai mengalami peningkatannya. Walau sebelumnya sedikit dari jumlah mahasiswa yang turun ke lapangan,” kata Ageng.
Nantinya, Ageng pun memohon ke sejumlah mahasiswa agar turun ke lapangan lebih banyak lagi.
Kedepan, dia berharap agar mahasiswa lebih peka lagi terkait isu di Indonesia.
Sementara itu, Presiden Mahasiswa UIN Antasari Banjarmasin, Ahmad Sunir Ridha, menjelaskan pihaknya bersama BEM se-Kalsel membagi 11 claster dalam konsolidasi terkait UU Ciptaker.
Ia menyebutkan sejak 2019 masalah ini telah menjadi polemik di masyarakat, bahkan ketika disahkan dalam Omnibus Law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Namun waktu itu, harus melakukan judicial review yang semestinya diselesaikan revisinya dalam jangka 2 tahun. Ternyata, sampai November ini baru keluar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Dan baru disahkan sekarang,” terang Sunir.
Dalam hal ini, Sunir menyayangkan bahwa Perppu tentang Cipta Kerja yang dibuat itu tak sedikit pun berubah dari apa yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
Sehingga, menurutnya hari ini wajar saja sejumlah mahasiswa turun ke lapangan lagi sebagai bentuk kemarahan dan kekecewaan yang diwujudkannya.
Sunir pun mengaku pihaknya bersama mahasiswa UIN Antasari mendapat bagian dari kajian isu ketenagakerjaan, apalagi yaitu Outsourcing yang menjadi momok persoalan bagi buruh Indonesia, tak terkecuali Kalimantan Selatan.
“Isu yang kami soroti yaitu pertama tentang ketenagakerjaan buruh, masalah liburnya dipangkas hanya sehari. Kedua, Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan indeks tertentu yang diatur oleh pemerintah semaunya. Ketiga, Outsourcing atau bebasnya mempekerjakan buruh seolah memperbudak,” ungkap dia.
Selanjutnya keempat, Sunir menyebut ihwal Valuta Asing diperbolehkan masuk kedalam negeri dalam artian sebagai buruh, bukan konteks sebagai ahli.
Sehingga, menurutnya nanti para investor ingin kepastian hukum dalam bekerjanya.
“Tentu, para investor ini menggenjot Perppu Cipta Kerja ini menjadi UU. Dan indikasinya karena pertumbuhan penduduk meningkat maka seyogyanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Dan hari ini, Sunir mengaku sangat kecewa kepada Supian HK selaku Ketua DPRD Kalimantan Selatan yang enggan menemui aksi massa.
Malahan, dia menyayangkan cuma Sekretaris Dewan (Sekwan) yang hadir.
“Seolah dibuat menjadi tembok. Aksi ini tidak dihadiri oleh ketuanya, malah cuma perwakilannya. Setidaknya, perjuangan rekan mahasiswa hari ini sebagai langkah awal,” ucap Sunir.
Karena, bagi Sunir tentang perjuangan itu sejatinya tak dilihat dari seberapa kekuatan yang dikeluarkan, bahkan orasi di depan pejabatnya. Tetapi, menurutnya apakah aksi massa ini tersampaikan atau tidak dalam seruannya.
“Setidaknya, kita telah menggetarkannya. Dan terus melipat gandakan massa ke depannya,” tandasnya.
(Rahim)