Play Video

Korupsi Rp8,7 Miliar Seret Bupati Kapuas dan Istri ke Tahanan KPK, Bagaimana dengan Mega Korupsi SHD Rp5,8 Triliun?

JAKARTA, BEENEWS.CO.ID – Seakan petir di siang bolong, publik dikejutkan dengan penahanan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat (BSSB) dan istrinya yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ary Egahni (AE), oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

“Penahanan dua tersangka itu terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemotongan anggaran, seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah,” ujar Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam kanal Youtube KPK, Selasa (28/03/2023).

 

Ia menyebutkan, besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 miliar, yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional.

 

Untuk kebutuhan penyidikan, Tim Penyidik menahan para tersangka masing-masing selama 20 hari pertama, mulai 28 Maret 2023 sampai 16 April 2023 di Rutan KPK di Gedung Merah Putih.

 

Perkara itu terjadi pada saat BBSB yang menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kapuas, selama 2 periode yaitu 2013 sampai 2018 dan 2018 sampai 2023.

 

Dengan jabatannya tersebut, ia diduga menerima fasilitas dan  sejumlah uang dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Pemkab Kapuas termasuk dari beberapa pihak swasta.

 

Sedangkan AE istri Bupati sekaligus anggota DPR RI juga diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan, antara lain dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah.

Baca Juga :  IPW Kecam Penggerebekan Wabup Rokan Hilir

 

Sumber uang yang diterima BBSB dan AE berasal dari berbagai pos anggaran resmi yang ada di SKPD Pemkab Kapuas.

 

Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima kemudian digunakan BBSB antara lain untuk biaya operasional saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah termasuk untuk keikutsertaan AE yang merupakan istri BBSB dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di 2019.

 

BBSB juga meminta pada beberapa pihak swasta untuk menyiapkan sejumlah massa saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalteng dan AE saat maju dalam pemilihan anggota DPR RI.

 

Tanak mengingatkan, seharusnya kepala daerah sebagai Penyelenggara Negara sepatutnya menjadi teladan institusi dan pengayom bagi jajaran pegawai di lingkungannya.

 

Bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk melakukan praktik korupsi untuk kepentingan pribadinya.

 

Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

Gerak cepat pihak KPK menahan kedua tersangka korupsi ini tentunya mendapatkan atensi dan apresiasi dari berbagai kalangan, khususnya para penggiat anti korupsi di Indonesia.

 

Meskipun kasus ini dianggap masih baru dengan nominal korupsi yang kecil.

Baca Juga :  Pasangan Suami Istri Ditangkap BNNP Sumut karena Menyelundupkan 3 Kilogram Sabu-sabu dalam Paket Biskuit

 

Publik menginginkan koruptor tidak dapat hidup dengan tenang di negeri kita yang tercinta ini dan berharap KPK dapat mengikis habis praktik korupsi.

 

Namun, publik juga kembali bertanya, khususnya masyarakat di Kalimantan Tengah, akankah kasus mantan Bupati Kotim Supian Hadi (SHD) akan sampai pada babak akhir, setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2019 silam.

 

Saat itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, bahwa Supian Hadi (SHD), menerima dua buah mobil mewah Lexus dan Hammer H3, serta uang tunai Rp500 juta, dalam kasus mega korupsi yang diduga merugikan negara hingga 5,8 Triliun dan dalam bentuk dollar $ 711.000 Amerika Serikat, atas penerbitan surat izin usaha pertambangan (IUP) yang diberikan kepada tiga perusahaan yakni, PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia dan PT Aries Iron Mining.

 

Jangan sampai publik kemudian menilai bahwa KPK dalam melakukan penindakan terkesan tebang pilih, berbau politis serta ada konflik kepentingan. Kesannya seperti gajah di depan mata tidak kelihatan namun semut di seberang lautan terlihat.


Meskipun demikian, publik tetap menaruh harapan besar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta menjadikan penahanan Bupati Kapuas dan istri sebagai pintu masuk agar kasus korupsi di Kalimantan Tengah yang mandek ini selesai dengan tuntas dan tetap menjadikan KPK ‘on the track’ dalam penindakan kasus-kasus korupsi, semoga.

(Tim Redaksi).

Lihat Berita Terkait

Play Video
Play Video
Play Video

Bukan HOAX Share Yuk!!!

Bagikan berita kepada kerabat dan teman di chat atau sosial media!

Share on facebook
Share on whatsapp
Share on twitter
Share on email

Berita yang mungkin anda suka!