JAKARTA, BEENEWS.CO,ID – Kasus Korupsi Mantan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) SHD hingga kini belum jelas. Sudah empat tahun sejak ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya terjadi polemik dalam penetapan sebagai tersangka tersebut namun belum mendapat kejelasan proses hukumnya hingga saat ini.
SHD diduga penyalahgunaan wewenang menurut hasil penyidikan KPK terhadap pemberian izin usaha pertambangan (iup) kepada PT.Fajar Mentaya Abadi, PT. Billy Indonesia, dan PT. Areis Iron Mining, yang merugikan Negara 5,8 triliun dan dalam bentuk dollar Amerika Serikat $711.000,- dan menerima suap dua unit mobil mewah 1 unit Land Cruser 1 unit Hammer H3, uang tunai Rp.500.000.000.
Mandeknya proses hukum SHD tersebut tentunya mendapatkan perhatian dari masyarakat Kotim. Menurut pakar hukum pidana Ahmad Yani dengan tidak jelasnya proses hukum SHD merupakan pelanggaran UU KPK dan sudah layak untuk dikeluarkannya SP3.
“Berdasarkan UU [KPK] yang baru kan batasnya dua tahun jika proses [penyidikan dan penuntutan]. Jika tidak [selesai] harus dikeluarkan SP3,” ujar Ahmad Yani kepada Beenews.co.id
Ahmad Yani juga mengkritik dengan cara KPK dalam menangani suatu perkara. Menurutnya, kejadian seperti SHD ini tidak perlu terjadi jika KPK dalam menetapkan tersangka sudah mempunyai dua alat bukti yang cukup. Ahmad Yani Khawatir, tindakan KPK dalam menetapkan tersangka tidak dilandaskan alat bukti yang cukup sehingga membuat kasus perkara korupsi menjadi mandek.
Selain itu, menurut Ahmad Yani dengan menggantungnya status perkara membuat tersangka korupsi berada di posisi serba tidak jelas. Sebab, dengan menyandang status tersangka korupsi membuat karir politik penyandang status tersebut menjadi mati padahal belum ada keputusan dari pengadilan. Oleh karena itu, Ahmad Yani menjelaskan bahwa KPK sudah seharusnya membawa kasus ini ke pengadilan.
“Pilihannya dua. [jika kasus SHD tidak selesai] Keluarkan SP3 atau bawa ke pengadilan. Jika KPK keluarkan SP3 maka KPK tidak mempunyai dua bukti yang valid,” kata Ahmad Yani
Seperti diketahui, sebelumnya SHD telah dua kali diperiksa KPK dalam status sebagai tersangka pada tanggal 19 Desember 2019 dan senin 24 agustus 2020, namun setelah itu tak terdengar lagi berita tentang proses hukum selanjutnya sampai saat ini.
Atas perbuatannya, KPK menjerat SHD dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 undang undang no.31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan undang undang no.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Juncto pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
(Fakhry)