BANJARMASIN, BEENEWS.CO.ID – Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2023 tingkat SD se-Kota Banjarmasin bakal digelar oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Banjarmasin, pada 21 Februari mendatang.
Sastrawan, Samsuni Sarman memberikan pandangan bahwa pada lomba bidang dongeng itu semestinya seorang anak harus mampu menjiwai bidang seni tersebut dan pihak sekolah harus menunjang fasilitas dari properti yang dibawakannya ke panggung FLS2N nanti.
“Untuk lomba mendongeng, sekolah harus mempersiapkan karakter seorang anak dengan kemampuan dalam memahami sebuah dongeng. Artinya, mereka (peserta) harus mampu menikmati dan menjiwai dongeng dengan terlebih dulu melihat pendongeng lain,” ucap Samsuni Sarman kepada Beenews.co.id, Selasa (31/1/2023).
Kadang, Samsuni melihat setiap sekolah hanya menunjuk peserta untuk mengikuti lomba tanpa pembinaan serius.
Dalam hal ini, menurutnya harus memiliki kesadaran bersama bahwa perlu ditingkatkan lagi dalam pembelajaran seni secara berkelanjutan agar tak hanya menunggu pergelaran lomba tiap tahunnya.
“Maka perlu pelatihan serius agar anak-anak SD dapat memiliki kemampuan berseni dengan baik. Sementara anak-anak di pertengahan kelas 3-4 lebih bagus kecerdasan dalam imajinya, ketimbang siswa kelas 5-6 yang dijadikan peserta,” beber dia.
Kemudian pengembangannya, Samsuni menyarankan agar mempelajari di channel Youtube dan bahan cerita di buku-buku dongeng, sehingga dapat menyerap informasi segala ihwal perdongengan.
Terlebih, menurutnya seorang guru atau pembina siswanya, yang mengerti bagaimana proses pembinaan dalam mendongeng tersebut.
“Sejauh ini, saya melihat para peserta cuma membaca dan menceritakan kisah dalam penuturannya, tanpa memperhatikan point penting dari berdongeng itu,” jelas dia.
Bagi Samsuni, pembinaan oleh pihak sekolah harus serius jika ingin siswanya nanti memang ingin terjun di dunia seni. Sehingga, dia memberikan catatan penting bagi calon pendongeng yang harus memperhatikan aspek gestur tubuh, suara dalam berintonasi dan penguasaan panggung (blocking).
“Blocking itu dalam dunia dongeng memiliki maknanya. Sebab itulah diperlukan sekali atribut pendongeng,” ujarnya.
Dalam prosesnya, Samsuni menargetkan paling banter satu semester, yaitu 6 bulan berlatih secara kontinyu. Dan penting, menurutnya seminggu dalam dua kali pelatihan dongeng bersama mentor yang handal.
“Ditangani betul-betul, layaknya pertandingan olahraga,” kata pria kelahiran 1960 itu.
Dalam mendongeng, Samsuni memaparkan bahwa tak cuma bercerita tetapi bagaimana menghidupkan kisah yang dituturkan dalam bentuk suara, gestur tubuh dan ekspresi wajahnya.
Kata dia, tantangan anak mempelajari dongeng adalah suara dalam vokal tertentu, semisal bagaimana menyerupai suara kakek/nenek atau bentuk suara hewan lainnya.
“Tiga tahun berturut-turut lomba FLS2N, mereka (peserta) cuma membaca tanpa menikmati ceritanya itu. Dan paling sulit, mereka terapkan adalah suara (vokal) dalam membentuk berbagai karakter yang dibangunnya. Menciptakan karakter di luar tubuhnya,” tandasnya.
(Rahim Arza)