SAMPIT, BEENEWS.CO.ID – Peredaran gelap narkoba tidak bisa dipandang enteng khususnya di Sampit Kotawaringin timur, upaya dari pihak Pemerintah Daerah dan penegak hukum dalam melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pemberantasan penyalahgunaan peredaran narkoba di Kotawaringin Timur nampaknya belum bisa menurunkan kejahatan barang haram secara signifikant.Â
Keadaan tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama agar peredaran gelap barang haram tersebut tidak lagi menjadi ancaman serius terutama bagi generasi kita kedepan.
Penyalahgunaan narkoba bagaikan wabah atau penyakit menular sehingga banyak korban penyalahgunaan narkoba yang mendekam dalam jeruji besi di lembaga pemasyarakatan kelas IIB Sampit.
Menurut info yang didapat tahun 2022 jumlah tahanan di lapas IIBÂ Sampit 825 dan hampir 80% atau 600 adalah tahanan narkoba. Berarti kasus narkoba sangat mendominasi dalam hal penyakit masyarakat yang ada di kotawaringin timur, sebuah keadaan yang sangat mengkhawatirkan, kalau tidak ditangani secara cepat, tepat dan maksimal.
Terutama ancaman serius bagi kelompok anak anak remaja, yang potensi persentasenya terbesar sebagai korban penyalahgunaan narkoba yang melanda di semua lapisan sosial masyarakat menurut data BNN tahun 2021 penyalahgunaan narkoba remaja sekitar 57% di Indonesia dari total pengguna narkoba.Â
Hal ini tidak menutup kemungkinan nantinya Kotim ancaman menjadi zona hitam narkoba, sehingga menjual, mengedarkan, memakai narkoba mungkin saja secara terang terangan. akibat hukum yang menjadi panglima, yang dihormati,ditaati dan dilaksanakan untuk memberantas kejahatan dan menegakan keadilan, bila mana tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Namun kita semua berharap hal tersebut jangan sampai terjadi di Kotim khususnya, contoh kecil fakta yang kita ketahui misalnya adanya kampung narkoba seperti di Medan ,Jakarta dan lainnya hal itu adalah sebuah gambaran adanya zona hitam narkoba pada lokasi tertentu.
Kejahatan penyalahgunaan narkoba tanggung jawab kita bersama sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya masing masing maupun pihak yang secara khusus diamanahkan oleh peraturan dan perundang undangan, jadi setiap komponen atau semua masyarakat harus aktif bergerak ambil bagian untuk melakukan upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan narkoba.Â
Maupun upaya pembinaan terhadap korban penyalahgunaan narkoba dengan maksimal dan efektif, khususnya oleh lembaga pemasyarakatan maupun rumah rehabilitasi kecanduan narkoba dan atau lembaga lembaga lainnya tempat rehabilitasi, seperti pesantren.
Menjamurnya penyalahgunaan narkoba di Kotim, akibat relatif mudah barang haram tersebut masuk dan beredar di masyarakat, yang sampai sekarang bandar besar yang diduga kuat berseliweran di Sampit masih menjadi misteri, antara ada dan tiada, namun entah mengapa?, korban berjatuhan semakin banyak menjadi tahanan di lapas kelas IIB Sampit, sehingga tahanan narkoba mencapai 600 atau hampir 80% dari jumlah tahanan pada 2022.
Memang narkoba bukan wabah atau penyakit menular tapi bisa ditularkan melalui interaksi sosial, sehingga menjadi korban kecanduan atau ketergantungan yang tidak mudah penanganan rehabilitasinya untuk bisa berkehidupan normal kembali, dan itu harus melalui proses waktu dan penanganan yang serius,maksimal dan efektif.
Pemerintah disarankan untuk mempersempit ruang gerak peredaran barang haram tersebut melalui sistem sosial yang ketat terhadap segala yang menyangkut sistem dan prosedur terhadap tatanan kehidupan masyarakat.Â
Hal tersebut karena undang undang no 35 tahun 2009 tentang narkotika, serta peraturan dan perundangan lainnya tak mampu melakukan penurunan penyalahgunaan peredaran narkoba secara significant selama ini bahkan cenderung meningkat dan mengkhawatirkan.Â
Sekarang ini kita harus ekstra hati2 karena modus kejahatan peredaran penyalahgunaan narkoba dari waktu waktu semangkin canggih, mereka menggunakan kedok berbagai macam cara, misalnya kasus importir mainan anak anak padahal barang mainan anak2 itu hanya kamuflase saja isinya narkoba.Â
Begitu juga misalnya menggunakan simbol simbol agama padahal itu kamuflase atau mengelabui biar dilihat religius yang tak mungkin dinilai publik pelaku kejahatan narkoba.
Namun sayang masyarakat kita kadang ada sebahagian menilai seseorang terkecoh dari status ekonominya, sehingga apa yang diperbuat seseorang terhadap berlatar belakang hasil kejahatan relatif mudah tertutupi dalam berinteraksi sosial dimasyarakat karena terpengaruh faktor ekonomi atau status sosial.Â
Bahkan tak jarang ada yang memuja memuji sisi sisi kebaikannya walaupun itu hanya kedok belaka, dan biasanya ini terjadi hanya pada bos atau bandar narkoba.
Beda dengan pelaku kejahatan atau korban penyalahgunaan narkoba yang status ekonominya kere, nampak sekali berbeda perlakuan dalam interaksi sosial di masyarakat kadang ada sebahagian masyarakat misalnya menghindar dalam pergaulan, bahkan mencibir dan sebagainya, ini biasanya terjadi pada pemakai narkoba atau korban penyalahgunaan narkoba, yang seharusnya dilakukan pendekatan, pembinaan terhadap korban tersebut.
(Redaksi/M. Gumarang)