JAKARTA, BEENEWS.CO.ID – Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17/2022, Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM), serta pidato permintaan maaf Presiden Jokowi merupakan gimik untuk pengalihan isu dan memiliki tujuan lain.
“Bunga-bunga, jelas hanyalah kebohongan belaka dan bersifat gimik. Lantaran Presiden Jokowi dalam kondisi kritis akibat Perppu Cipta Kerja yang mengkhianati Pancasila dan UUD 45, serta melanggar hak asasi manusia,” ujar Julius dalam keterangannya, pada Kamis (12/01/23).
Dilansir Kompas.com, Julius menegaskan, bahwa Presiden Jokowi bisa dikatakan masuk ke dalam bagian dari pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu. Dengan tindakan berupa omission (kelalaian) akibat berkuasa tetapi membiarkan semua peristiwa tersebut.
“Yang artinya, Presiden Jokowi justru menjadi bagian dari pelanggengan pelanggaran HAM berat yang secara otomatis akan menyebabkan pengulangan peristiwa dan impunitas terhadap pelaku,” tambah Julius.
Lebih lanjut, Julius mengatakan, bahwa keadilan bagi korban hanya bisa terpenuhi jika ada pengungkapan kebenaran, ajudikasi terhadap pelaku, reformasi institusional, serta pemenuhan hak-hak korban.
Serta dapat menjawab secara sederhana, peristiwa apa yang terjadi, siapa pelaku, dari institusi apa, kapan akan diadili, dan kapan akan direformasi
Oleh karena itu, PBHI dengan tegas menolak Keppres No. 17/2022 dan Tim PPHAM, serta pidato Presiden Jokowi. Sekaligus mendesak adanya pertanggungjawaban negara secara holistik demi keadilan bagi korban.
Diberitakan sebelumnya, usai menerima laporan dari Tim PPHAM di Istana Negara pada Rabu (11/01/23), Presiden Jokowi mengatakan, dirinya sangat menyesalkan terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Adapun ke-12 periswtiwa pelanggaran HAM tersebut: Peristiwa 1965-1966; Peristiwa Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985; Peristiwa Talangsari Lampung 1989; Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Aceh 1989; Peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998; Peristiwa Kerusuhan Mei 1998; Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999; Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999; Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999. Peristiwa Wasior Papua 2001-2002; Peristiwa Wamena Papua 2003; dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.
(Abdul)