JAKARTA, BEENEWS.CO.ID – Kebijakan pertanian Indonesia saat ini belum mendukung target penurunan emisi. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir mengingatkan bahwa Kebijakan pertanian Indonesia perlu selaras dengan target penurunan emisi karbon yang sudah dicanangkan pemerintah.
“Indonesia membutuhkan perombakan kebijakan untuk menghasilkan strategi jangka panjang yang mendukung keberlanjutan dan daya dukung lingkungan bagi manusia,” jelas Faisol dalam keterangannya, Jumat (13/1/2023)
Faisol mencontohkan Program Food Estate yang dikembangkan di kawasan hutan dan lahan gambut malah memperburuk krisis iklim dan menyebabkan hilangnya 427,2 ton karbon per hektar lahan gambut yang dikonversi.
Padahal untuk Food Estate tidak sedikit, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pertanian dan lingkungan, dapat dialihkan untuk program pertanian yang lebih berkelanjutan.
Faisol menambahkan, dengan kontribusi sektor industri pertanian, kehutanan dan perikanan Indonesia sebesar 1,29 juta ton setara karbon dioksida (Mt CO2eq), Indonesia menghadapi tantangan berat dalam mencapai target netral karbonnya.
Faisol menyebut strategi nol emisi karbon pemerintah perlu fokus pada beberapa hal, seperti meningkatkan produktivitas dan intensitas tanaman, pertanian terpadu, serta mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan.
“Kebijakan pertanian juga perlu diarahkan untuk menghasilkan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjamin keamanan gizi, namun tanpa merusak lingkungan dan memperburuk perubahan iklim,” kata Faisol
(Fakhry)