MEDAN, BEENEWS.CO.ID – Setelah Presiden Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai pengganti KUHP kolonial Belanda, pelaksanaan sosialisasi terus digencarkan.
KUHP baru yang memuat 624 pasal tersebut sebelumnya telah diundangkan secara sah oleh Presiden pada 2 Januari 2023.
Sosialisasi KUHP baru juga dilaksanakan di Kota Medan, yang melibatkan Masyarakat Hukum Pidana dan Krimonologi Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), di Hotel Grand Mercure Maha Cipta Medan Angkasa, Senin (9/1/2023).
Sejumlah pakar hukum pidana memaparkan beberapa keunggulan KUHP baru dibanding KUHP warisan kolonial Belanda.
Pakar Hukum Pidana Indonesia Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum., dalam dialog di hadapan peserta kegiatan mengatakan bahwa dalam KUHP baru terdapat setidaknya 17 keunggulan dibanding sebelumnya.
Keunggulan itu di antaranya pidana dalam konteks perlindungan kepada masyarakat berorientasi membatasi kesewenang-wenangan penguasa atau masyarakat melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap suatu tindak pidana yang dalam konteks budaya tertentu merupakan tradisi.
Contohnya perilaku atau perbuatan yang mengarah ke kohabitasi atau kumpul kebo. Dalam undang-undang baru ini juga mengatur pasal agar masyarakat tidak melakukan main hakim sendiri.
Karena bisa jadi, perbuatan yang mengarah sebagai tindak pidana justru dalam budaya atau masyarakat tertentu hal itu bukan suatu tindakan pidana.
Kemudian KUHP baru juga mengubah pidana dengan keadilan korektif dan keadilan restoratif. Hal ini juga membuka penyelesaikan kasus atau sengketa antara pelaku dan korban dilakukan dengan asas perdamaian atau restorative justice.
Kemudian dalam KUHP lama hukuman pidana yang dijatuhkan merupakan jenis perampasan kemerdekaan dan itu ada. Kalau dalam KUHP baru tidak semata hukuman pidana, namun bisa diganti dengan jenis hukuman lain seperti denda, kegiatan sosial, dan lainnya.
Sementara Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum., menilai salah satu keharusan disahkan KUHP baru karena dalam KUHP lama masih dipengaruhi aliran klasik yang masih berorientasi pada perbuatan dan kepastian hukum bagi pelaku.
Dalam KUHP lama penyelesaian atau putusan pidana paling banyak melalui jatuhan penjara yang mencapai presentase 98 persen dari seluruh jumlah tindak pidana kejahatan.
Sementara untuk penyelesaian denda hanya 18 persen dan sangat ringan.
KUHP baru berorientasi pada nilai Pancasila, sehingga adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial, filosofik, sosial-politik, dan sosio- kultural.
“Selain itu ide dalam KUHP baru menyangkut keseimbangan monodualistik. Adanya uji formal dan material, menyangkut kepentingan umum/ masyarakat, memberikan perlindungan dan kepentingan pelaku, serta mempertimbangkan objektif (perbuatan) dengan subjektif (batin) pelaku,” ujar Pujiyono.
Sebelumnya Ketua Mahupiki Sumut, Dr. Riskan Zulyadi S, M, menyebut sebelum Rancangan Undang–Undang (RUU) disahkan menjadi UU KUHP memang terjadi pro dan kontra di sejumlah kalangan.
Namun, pihaknya memahami ada pesan positif yang diambil dalam pengesahan KUHP baru tahun 2023 ini, yaitu sebuah kerja keras dari karya anak bangsa yang mencoba meninggalkan warisan UU kolonial Belanda yang banyak mengandung pasal pidana tidak bersifat relevan.
“KUHP baru ini justru memiliki muatan pidana yang seimbang antara objektifitas pidana denan subjektifitas pelaku. Jadi ada keseimbangan antara HAM dan kewajiban di sana. Itulah aspek yang membedakan KUHP baru dengan KUHP yang lama,” ucapnya.
Pada kegiatan sosialisasi UU Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab UU Hukum Pidana bukan semata untuk membahas pasal–pasal yang mengalami modifikasi dan perubahan, namun memberikan gambaran terkait diundangkannya KUHP baru sebagai paradigma tentang pidana sebagai alat mencapai tujuan.
(Ayudia)