SAMPIT, BEENEWS.CO.ID – Kejahatan narkoba sudah menjadi ladang bisnis atau mata pencaharian masyarakat yang termasuk paling menjanjikan dalam meningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat melalui bisnis jalur haram, bahkan merambah, menyusup kekalangan pelajar, aparat sipil negara, penegak hukum,dan lainnya yang sudah menjadi rahasia umum.
Semakin maraknya penyalahgunaan peredaraan narkoba khusus di Indonesia, yang sulit untuk dibrantas, kecuali saat dunia dilanda wabah covid 19 mulai tahun 2019 sampai 2021 menurut laporan Badan Narkotika Nasional (BNN)untuk tahun 2021 sempat ada penurunan kasus kejahatan narkoba dari 833 kasus menjadi 766 kasus atau turun sebesar 8,04%.
Tahun 2022 juga turun sedikit sebesar 0,97% dari tahun 2021, hal itu karena akibat sebagian besar negara di dunia melakukan pembatasan sosial ataupun lock down terhadap negaranya masing-masing untuk mencegah penularan Covid 19.
Namun bertolak belakang bila dilihat dari sisi jumlah korban penyalahgunaan narkoba Jumlah tahanan narkoba waktu ke waktu semakin meningkat dan paling dominan jumlahnya dibandingkan dengan tahanan tindak pidana lainya.
Menurut laporan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM pada agustus 2021 jumlah tahanan narkoba di Indonesia 145.413 mendominasi dari tahanan tindak pidana lainnya yang berada ditahanan lembaga pemasyarakatan, sehingga di indonesia membutuhkan, menyediakan rumah tahanan sendiri Lapas kejahatan narkoba.
Termasuk prevalensi narkoba bertolak belakang tahun 2021 juga meningkat yang di sampaikan oleh Kepala BNN Komjen Petrus Reinchart Golose kepada media, yaitu ada kenaikan pemakaian dari tahun sebelumnya 0,15% sehingga menjadi 1,95% dari jumlah penduduk Indonesia atau 3,66 juta jiwa.
Barang haram tersebut berasal diantaranya dari negara produsen (penghasil) narkoba terbesar didunia yaitu Afganistan, Bolivia, Colombia, Meksiko, Maroko, Myanmar. Kemudian barang tersebut masuk ke Indonesia melalui Cina, Taiwan, dan Singapura, Afrika Barat, Iran, Eropah dan penyuludupannya melalui Malaysia menggunakan jalur laut yang lebih dominan.
Sedangkan untuk ganja dominan dari dalam negeri sendiri yaitu tidak asing lagi berasal dari Aceh yang di edarkan ke Medan, Palembang, Lampung, Jakarta dan daerah lainnya umumnya melalui jalur darat. Sedang narkoba dari Cina terbesar dalam melakukan penyeludupan ke Indonesia, disusul oleh taiwan, Singapura dan lainnya.
Modus penyeludupan semakin canggih untuk mengelabui penegak hukum dan masyarakat misalnya kemasan barang ekstasi dikemas dalam buku, sabu dikemas dalam pembalut wanita, sabu dikemas dalam bentuk susu coklat, dalam piva dan bentuk lainnya. Begitu pula produk narkoba semakin canggih misalnya, ada dalam bentuk permen, ada dalam bentuk cair.
Selain belum maksimalnya ditemukannya pelaku sebagai bandar oleh penegak hukum, maka penyeludupan terus berjalan dari waktu kewaktu , dan masyarakat Indonesia meninggal 50 orang perhari akibat narkoba, bahkan hal ini pernah di sampaikan oleh presiden Joko Widodo kepada media dan juga menyatakan Indonesia darurat narkoba.
Namun keadaan sampai sekarang tidak ada perubahan yang berarti, bahkan pengguna narkoba di Indonesia malah sebaliknya semakin meningkat jumlahnya.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika beserta regulasi lainnya yang mengatur penindakan, pencegahan dan pembinaan tak mampu menghadapi maraknya kejahatan narkoba di Indonesia, bahkan lebih ironisnya merambah ke kalangan pelajar,mahasiswa menjadi sasaran para pengedar narkoba saat sekarang ini.
Menurut kominfo data tahun 2021 usia remaja, pemuda 15 – 35 tahun jumlah paling banyak terlibat narkoba yaitu 82.4% sebagai pemakai, 47,1% sebagai pengedar, 31,4% sebagai kurir merupakan benih-benih generasi bangsa yang dirusak fisik dan jiwanya. Dalam hal ini Indonesia bisa kehilangan generasi.
Indonesia sudah jelas menjadi target cartel narkoba Internasional karena salah satu pasar dunia yang potensial dalam satu tahun narkoba sabu di seludupan ke Indonesia paling banyak lewat laut 80%, dan 20% sisanya lewat darat dan lewat udara atau bandara, bahkan Indonesia pernah kebobolan sebanyak 250 ton sabu dari Cina diseludupkan melalui Malaysia menggunakan jalur laut.
Berdasarkan prevalensi narkoba di Indonesia menurut data BNN tahun 2022 adalah 1,95% dari jumlah penduduk atau 3.660.000,-berarti berapa banyak narkoba yang dibutuhkan oleh pengguna narkoba di Indonesia?, namun datanya belum ada yang pasti. Kalau kita merujuk dari jumlah pengguna narkoba di Indonesia 3.660.000 tersebut jumlah bukan sedikit, dan jumlah tersebut bisa saja faktanya jauh lebih besar.
Pemakaian narkoba misalnya methamphitamine atau sabu per orang dalam sehari 0,2 gram, sedangkan pecandu berat sampai 2 gram perhari menurut keterangan BNN. Kalau kita asumsikan rata rata pemakaian narkoba sabu 0,5 gram per orang dalam sehari dengan dasar pemakai tahun 2022 sebanyak 3,66 juta jiwa.
Maka jumlah sabu dibutuhkan dalam setahun 21,96 ton, harga sabu kualitas bagus sekarang sekitar Rp.3.500.000 per gram, jumlah uang yang harus dibelanjakan masyarakat untuk beli sabu dalam setahun Rp. 2.305.800.000.000.000,- nilai sangat fantastis.
Sudah tak aneh lagi dikota kota Indonesia yang menjadi zona merah peredaran narkoba sudah memiliki kampung narkoba ditengah tengah kehidupan masyarakat contoh kampung narkoba Jakata, Medan dan Pangka raya, ini sudah secara jelas terang terangan keadaan kehadiran mereka sebagai pengguna, pengedar barang haram ditengah masyarakat yang sama saja mencoreng muka pemerintah khususnya penegak hukum.
Hal ini bukan saja pembiaran tapi lebih dari itu dan pula seakan meligitimasi keberadaan, eksistensi kampung narkoba tersebut untuk berkembang, sungguh miris keadaan tersebut karena pemakai, kurir, pengedar, bandar leluasa bergerak untuk melakukan peredaran barang haram tersebut.
Bahkan Lembaga Pemasyarakatan pun tak luput dijadikan napi terpidana narkoba untuk obyek berbinis dalam penjara dan mengendalikan bisnis narkoba. Hal ini sudah sering terjadi di lapas adanya peredaran narkoba.
Lapas mulai jauh dari seteril kejahatan peredaraan narkoba, padahal lapas bukan sekedar tempat tahanan yang memiliki sistem dan prosedur yang ketat, tapi tempat pembinaan metal,moral/akhlak dan prilaku, agar napi menjadi orang baik nantinya.
Mengapa penyeludup narkoba dari luar negeri misalnya dari Cina, Taiwan, Singapura, Malaysia menjadikan Indonesia sebagai sasaran peredaran padahal mereka bukan negara produsen narkoba, karena mereka menilai Indonesia pangsa pasarnya luas, harga di Indonesia mahal, dan dianggap mereka barang haram mudah masuk terutama melalui jalur laut, dan juga dianggap lemah dalam penindakan, terutama bagi bandar yang sulit di jamah hukum.
Salah satu contoh ingat 6 desember 2017 lalu kasus penyeludupan 2 truck berisi zenith 3.819.707 butir di Sampit Kalimantan tengah yang tidak tau siapa pemilik barang dan bandarnya sampai sekarang misteri? Akhirnya supir truk alias kurir yang mampu di jamah hukum sampai keproses persidangan.
Sampai sekarang belum ada formula atau pun rumusan yang bisa menjamin bahwa peredaran narkoba di Indonesia menurun draktis atau signifikant, namun sebaliknya malah berpotensi bertambah pemakai narkoba kedepannya seiring dengan perubahan, pergeseran kultur, sosial, budaya dan teknologi yang memiliki kontribusi besar terhadap hal tersebut.
Kartel narkoba atau para pembinis narkoba mereka selalu mampu menciptakan pasar yang seakan narkoba tidak bisa dilepas dari gaya hidup seseorang atau masyarakat tertentu yaitu berkaitan terhadap pergeseran sosial, kultur, budaya dan perkembangan teknologi.
Keadaan ini membuat kita semua menjadi perihatin, apa lagi generasi kita kedepan, narkoba bukan hanya ancaman serius bagi kita sekarang dan akan datang, tetapi sampai dunia kiamat baru ada jaminan narkoba berakhir.
(Redaksi/M.Gumarang)