“Omnibus Law merupakan ancaman buruk bagi kaum buruh dan rakyat Indonesia secara umum. Mulai dari langgengnya fleksibilitas sistem kerja kontrak, outsourching maupun magang, hilangnya pesangon, upah murah, hilangnya sanksi pidana bagi Pengusaha,” ujarnya.
Hal tersebut merupakan beberapa poin yang menjadi alasan Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) menyatakan dengan tegas untuk Menolak & Mencabut Omnibus Law – UU Cipta Lapangan Kerja.
Lebih lanjut, Marulloh juga melihat bagaimana pembentukan UU tersebut yang dinilai sarat akan masalah.
“Dalam pembentukannya, Omnibus Law juga dinilai bertentangan dengan metode pembuatan UU di Indonesia. Di antaranya tidak adanya partisipasi publik dan transparansi, dimana yang dulu pernah mereka sampaikan terkait adanya keterlibatan/partisipasi publik dan ketransparanan, itu hanya klaim mereka saja,” jelasnya.
“Kami rasa kekuatan perlawanan buruh terhadap UU Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law) belum sampai pada puncaknya. Perjuangan belum selesai,” tambahnya.
“Maka seharusnya tuntutan Cabut dan Tolak Omnibus Law – UU Cipta Lapangan Kerja bukan direvisi, apalagi mendukung UU tersebut. Karena hari ini kita semua telah memahami bersama bahwa dampak dari adanya Omnibus Law telah membuat kesengsaraan bagi kaum buruh dan rakyat secara umum,” tandasnya.